Selasa, 03 April 2012

PEngertian Psikotropik dan Narkotik

BAB I
PENDAHULUAN
1.       Latar belakang
Saat ini psikotropika sudah menjadi barang yang biasa ada didalam masyarakat, sudah tidak menjadi barang yang aneh lagi, bayangkan saja disetiap berita televisi selalu ada berita tentang narkoba . Peredaran psikotropika saat ini sudah bisa mencapai daerah yang terpelosok sekalipun, dan mulai dari kalangan strata bawah samapai yang paling atas juga ikut menyalahgunakan psikotropika. Psikotropika sebenarnya digunakan didalam bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan.
Saat ini sudah ada peraturan yang mengatur tentang penyalahgunaan psikotropika, tetapi masih banyak juga kasus yang tidak tersentuh oleh peraturan tersebut. Karena jaringan narkotika ini cukup besar wilayahnya, tidak hanya didalam negeri saja, kasus penyelahgunaan obat ini sudah melibatkan jaringan internasional dan sudah masuk kedalam kategori pidana khusus.

2.       Masalah
Beberapa pokok masalah atau permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.       Apa yang dimaksud dengan psikotropika.
2.       Bagaimana sejarah psikotropika di Indonesia.
3.       Bagaimana peraturan yang mengatur tentang penyalahgunaan psikotropika.

3.       Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat agar dapat memberikan informasi tentang apa itu psikotropika, dan bagaimana psikotropika berkembang di Indonesia, dan apa saja peraturan yang mengatur tentang penyalahgunaan psikotropika.








BAB II
ISI

1.       Sejarah Narkotika dan Psikotropika di Indonesia
Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina.
Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.
Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.
Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).
Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.
Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.

2.       Definisi Psikotropika
Pasikotropika adalah zat-zat kimia yang menekan kerja susunan saraf pusat dan memberikan efek mengkhayal (halusinasi), gangguan cara berpikir, perubahan emosi/perasaan, dan juga memberikan efek stimulasi (merangsang). Jenis psikotropika yang dikenal adalh ekstasi dan shabu-shabu. Pada mulanya, obat-obat psikotropika digunakan dibidang kesehatan/medis, namun dalam perkembangannya sering disalahgunakan oleh para pemakainya.
Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (Hari Sasangka, 2003: 63).
Sebenarnya Psikotropika baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi yang khusus mempelajari psikofarma atau psikotropik. Istilah psikotropik mulai banyak dipergunakan pada tahun 1971 sejak dikeluarkannya convention on psycotropic substance oleh General Assembly yang menempatkan zat-zat tersebut di bawah kontrol internasional. Dalam United Nation conference for Adoption of Protocol on Psychotropic Substance disebutkan batasan-batasan zat psikotropik adalah bentuk bahan-bahan yang memiliki kapasitas menyebabkan:
1.       Keadaan ketergantungan
2.       Depresi dan stimulan susunan saraf pusat (SSP)
3.       Menyebabkan halusinasi
4.       Menyebabkan gangguan fungsi motorik atau persepsi
Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika, dalam pasal 1 butir 1 disebutkan, bahwa Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. Yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
3.       Jenis-jenis Psikotropika
a.      Menurut Farmakologi
Ø  Obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu di SSP
-          Obat Golongan Neuroptika
Disebut juga obat antipsikotika, adalah obat-obat yang menekan fungsi psikis tertentu, tanpa menekan fungsi-fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan normal. Obat-obatab ini dapat meredakan emosi dan agresi yang pada umumnya diderita oleh psikosis, yaitu penderita penyakit jiwa seperti schizophrenia.
-          Obat yang tergolong Transquillizer
Adalah obat-obat penenang yang berkhasiat selektif terutama pada bagian obat yang menguasai emosi-emosi kita, yakni system limbis dan menekan SSP. Bedanya dengan neuroptika adalah bukan merupakan antipsikotika.
Ø  Obat-obat yang menstimulir (merangsang) fungsi-fungsi tertentu di SSP
-          Obat golongan anti depressive
Adalah obat yang dipergunakan untuk menghilangkan, memperbaiki dan meringankan gejala-gejala suasana jiwa seperti murung dan lain sebagainya.
-          Obat golongan Psikostimulansia
Obat ini memiliki kemampuan untuk mempertinggi inisiatif, kewaspadaan serta prestasi fisik dan mental, rasa letih dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. Termasuk dalam golongan ini adalah amfetamin-amfetamin serta doping yang lain.
Ø  Obat-obat yang mengacaukan mental tertentu
Obat ini justru kebalikan dari golongan neuroptika yang berguna meredakan emosi serta khayalan, obat ini justru menimbulkan halusinasi, pikiran-pikiran, dan impian-impian khayalan. Obat ini termasuk golongan psikodisleptika. Contoh obat golongan ini adalah (LSD (Lysergic Acid Dicthylamide).

b.      Menurut UU nomor 5 tahun 1997
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi :
1.      Psikotropika Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah :







1. ECSTASY
Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-Amphetamine (MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950-an, industri militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam percobaan penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan “asyik”. Dalam keadaan seperti ini, kita merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.
2. SHABU-SHABU
Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan dikonsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar Sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang terhirup.
Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab paranoid (rasa takut yang berlebihan), menjadi sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih bagi mereka yang sering tidak berpikir positif, dan halusinasi visual. Masing-masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang berbeda. Jika sedang banyak mempunyai persoalan / masalah dalam kehidupan, sebaiknya narkotika jenis ini tidak dikonsumsi. Selain itu, pengguna Sabu sering mempunyai kecenderungan untuk memakai dalam jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar berhenti kecuali jika Sabu yang dimilikinya habis. Hal itu juga merupakan suatu tindakan bodoh dan sia-sia mengingat efek yang diinginkan tidak lagi bertambah (The Law Of Diminishing Return). Beberapa pemakai mengatakan Sabu tidak mempengaruhi nafsu makan. Namun sebagian besar mengatakan nafsu makan berkurang jika sedang mengkonsumsi Sabu. Bahkan banyak yang mengatakan berat badannya berkurang drastis selama memakai Sabu.
yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf pusat (Psikotropika Gol 4), contohnya antara lain : Sedatin/Pil BK, Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrak (MX).
yaitu yang bekerja mengaktif kerja susan saraf pusat, contohnya amphetamine, MDMA, N-etil MDA & MMDA. Ketiganya ini terdapat dalam kandungan Ecstasi.
yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau khayalan contohnya licercik acid dhietilamide (LSD), psylocibine, micraline. Disamping itu Psikotropika dipergunakan karena sulitnya mencari Narkotika dan mahal harganya. Penggunaan Psikotropika biasanya dicampur dengan alkohol atau minuman lain seperti air mineral, sehingga menimbulkan efek yang sama dengan Narkotika.

·      Broloamfetamine
·      Cathinone
·      DET
·      DMA
·      DMHP
·      DMT
·      DOET
·      Eticyclidine - PCE
·      Etrytamine
·      Lysergide - LSD
·      MDMA
·      Mescaline
·      Methcathinone
·      Methylaminore
·      MMDA
·      N-ethyl MDA
·      N-hydroxy)
·      Parahexyl
·      PMA
·      Psilocine, psilotsin
·      Psilocybine
·      Rolicyclidine
·       STP, DOM
·      Tenamfetamine
·      Tenocyclidine – TCP
·      Tetrahydrocannabinol
·      TMA

2.      Psikotropika Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah :
·      Amphetamine
·      Dexamphetamine
·      Fenetylline
·      Levamphetamine
·      Levomethampheta-mine
·      Mecloqualone
·      Methamphetamine
·      Methamphetamineracemate
·      Methaqualone
·      Methylphenidate
·      Phencyclidine - PCP
·      Phenmetrazine
·      Secobarbital
·      Dronabinol
·      Zipeprol


3.      Psikotropika Golongan  III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah :
·      Amobarbital
·      Buprenorphine
·      Butalbital
·      Cathine / norpseudo-ephedrine
·      Cyclobarbital
·      Flunitrazepam
·      Glutethimide
·      Pentazocine
·      Pentobarbital

4.      Psikotropika Golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakbatkan sindroma ketergantungan.

Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah :
·      Allobarbital
·      Alprazolam
·      Amfepramone
·      Aminorex
·      Barbital
·      Benzfetamine
·      Bromazepam
·      Butobarbital
·      Brotizolam
·      Camazepam
·      Chlordiazepoxide
·      Clobazam
·      Clonazepam
·      Clorazepate
·      Clotiazepam
·      Cloxazolam
·      Delorazepam
·      Diazepam
·      Estazolam
·      Ethchlorvynol
·      Ethinamate
·      Ethyl loflazepate
·      Etil Amfetamine
·      Fencamfamin
·      Fenproporex
·      Fludiazepam
·      Flurazepam
·      Halazepam
·      Haloxazolam

Psikotropika yang sekarang sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika Gol I, diantaranya yang dikenal dengan Ecstasi dan psikotropik Gol II yang dikenal dengan nama Shabu-shabu.









                                                               









4.       Efek Pemakaian Psikotropika
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.

Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap susunan saraf pusat manusia, Psikotropika dapat dikelompokkan menjadi :
a.       Depresant
b.      Stimulant
c.       Hallusinogen

5.       Penggunaan Obat Psikotropika Pada Usia Lanjut
Kelainan psikiatrik nampaknya lebih sering diderita oleh para usia lanjut dibanding usia muda. Hasil penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa 25% jenis obat yang digunakan para usia lanjut adalah golongan psikotropika 
Penyakit psikiatris pada usia lanjut tidak hanya akibat menuanya organ-organ tubuh dan penyakit-penyakit sistem serebrovaskuler, tetapi juga akibat tekanan hidup atau gangguan somatik yang lain.
Dalam penggunaan obat, para usia lanjut lebih sering menghadapi problema, hal ini disebabkan kecenderungan menggunakan obat secara bersamaan akibat majemuknya jenis penyakit yang diderita. Keadaan fisiologi tubuh para usia lanjut telah mengalami kemunduran sehingga farmakokinetik dan farma kodinamik obat mengalami perubahan. Demikian pula dengan kondisi patologik dan interaksi obat yang banyak berperan pada usia lanjut. Oleh sebab itu para usia lanjut mempunyai risiko dua kali lebih tinggi untuk mendapatkan efek samping maupun interaksi obat.
a.       Perubahan Fisiologis dan Farmakokinetis pada Usia Lanjut
Perubahan fungsi fisiologis tubuh erat hubungannya dengan meningkatnya usia. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan farmakokinetik obat baik absorpi, distribusi maupun eliminasi obat.
b.      Absorpsi
Absorpsi obat pada usia lanjut hanya sedikit mengalami perubahañ, dengan demikian efeknya terhadap farmakokinetik obat tidak dapat ditentukan. Perubahan biasanya terjadi pada peningkatan pH lambung yang dapat rnenambah kelarutan dan ionisasi beberapa obat, juga dapat mengurangi pengrusakan beberapa obat. Namun sampai saat ini belum terbukti hal ini dapat mempengaruhi absorpsi obat.
c.       Distribusi
Nilai distribusi obat psikotropika mengalami perubahan pada usia lanjut. Diketahui bahwa pada usia lanjut terjadi pengecilan massa tubuh dan penyusutan cairan tubuh. Cairan tubuh total menurun dan 25% pada usia 20 tahun menjadi 18% pada usia 60 tahun. Sebaliknya jumlah lemak tubuh meningkat dan 10% pada usia 20 tahun menjadi 24% pada usia 60 tahun. Dengan demikian konsentrasi obat yang larut dalam air meningkat sedang obat larut lemak kadarnya menurun. Jumlah serum albumin menurun sekitar 15­25% pada usia lanjut yang menyebabkan jumlah obat total dalam sirkulasi dan aktivitas farmakologiknya meningkat.
d.      Eliminasi
Biotransformasi obat-obat psikotropika terutama berlangsung di hepar. Telah diketahui bahwa umumnya berat hepar para usia lanjut telah mengalami penurunan, demikian pula dengan aliran darah hepar yang menurun sebesar 40-45%. Hal ini terutama berpengaruh pada obat-obat yang kecepatan biotransformasinya bergantung pada aliran darah hepar, Seperti imipramin, desipramin, amitriptilin dan nortriptilin yang mengalami perpanjangan waktu paruh obat (t½ plasma). Pada usia lanjut juga telah terjadi penurunan klirens yang berhubungan dengan penurunan fungsi organ eliminasi. Klirens obat tidak hanya berhubungan dengan t½ plasma tetapi ditentükan pula oleh volume distribusi obat. Hal ini terlihat pada antidepresan trisiklik, bila volume distribusi tetap atau berkurang maka t½ plasma ákan memanjang disertai dengan penurunan klirens. Akibatnya kadar obat dalam plasma meningkat sampai dua kali.
Pengaruh meningkatnya usia pada biotransformasi obat tidak seragam. Hal ini bergantung pada jalur enzim metabolisme hepar. Pada usia lanjut nampak bahwa obat-obat yang mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosom hepar, kecepatannya menurun. Sedangkan yang non mikrosom tetap.
e.      Keadaan Mental Emosional pada Usia Lanjut
Ada tiga jenis keadaan mental abnormal yang sering diderita usia lanjut: depresi, demensia dan delirium. Ketiga keadaan di atas -seringkali terjadi tumpang tindih (bersamaan). Depresi merupakan kelainan mental yang paling sering diderita oleh para usia lanjut karena mempunyai berbagai alasan psikososial sebagai pencetus. Sècara biologik penurunan jumlah neurotransmitter aminergik yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas monoaminoksidase merupakan dasar terjadinya depresi. Manifestasi depresi pada usia lanjut mirip dengan yang teijadi pada penderita gangguan jiwa umumnya, seperti kemundüran sosial, kebingungan, hipokondria berat, rasa khawatir berlebihan dan hostilitas. Sebenarnya ciri-ciri tersebut lebih disebabkan oleh sindroma otak organik daripada oleh depresi. Demensia diderita oleh lebih kurang 10% para usia tanjut. Perubahan patologiknya mirip dengan penyakit Alzheimer. Perubahan yang paling dini terjadi pada fungsi kognitif berupa kerusakan pada bagian memori singkat. Perubahan tingkah laku ditandai dengan iritasi, labilitas emosi, penurunan motivasi, inisiatif dan kebersihan diri. Demensia reversibel dapat terjadi akibat kesalahan pengobatan maupun pembedahan. Usia lanjut yang menderita rasa takut dan ansietas dapat diobati dengan benzodiazepin sehingga tidak memerlukan antipsikotik yang walaupun lebih poten tetapi bahaya efek sampignya lebih besar. Delirium ditandai dengan meningkatnya kecemasan, tremor, kebingungan, halusinasi visual dan gangguan tidur. Sebaliknya penatalaksanaan didasarkan pada penyebabnya.


6.       Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
·         Apakah penyakit yang diderita dapat menampakkan gejala kelainan jiwa.
·         Apakah obat yang digunakan dapat menimbulkan gejala efek samping psikiatrik.
·         Apakah penderita mempunyai riwayat gangguan psikiatrik, kalau ya bagaimana evaluasi pengobatannya.
·         Apakah penderita mempunyai riwayat kelainan neurologik, ginjal, hepar atau riwayat penyakit lainnya yang dapat meningkatkan efek samping obat terutama pada usia lanjut.
·         Apakah penderita menunjukkan gejala kambuh dari penyakit.psikiatrik.
·         Apakah penderita mempunyal dasar deirium/demensia.
·         Apakah ada bukti-bukti mengenai penurunanfungsi sintesa hepar seperti penurunan serum albumin atau penurunan fungsi ginjal seperti penurunan klirens kreatinin.
·         Interaksi apakah yang mungkin terjadi bila psikotropika digunakan bersama obat lain.
7.       Petunjuk Penggunaan
Variasi biologik dan patologik usia lanjut sangat luas. Oleh. sebab itu pada penggunaan obat psikotropika, walaupun dimulai dengan dosis rendah diikuti dengan kenaikan dosis secara bertahap, pada akhir terapi besar dosis mungkin 30-50% lebih tinggi dan dosis umumnya. Bila perbaikan telah dicapai, terapi dilanjutkan selama 1­2 bulan, kemudian dosisnya diturunkan perlahan-lahan selama beberapa bulan. Dosis pemeliharaan diberikan sebesar 1/3 ­ 1/2 dosis terapi untuk menghindari timbulnya efek samping. Bila timbul efek samping pengobatan dihentikan
Penggunaan antiansietas seperti benzodiazepin dapat menimbulkan efek yang cukup besar pada susunan saraf pusat karena meningkatnya sensitivitas target organ pada usia lanjut, disamping terjadi penyimpangan disposisi obat. Penggunaan semua jenis benzodiazepin secara berulang akan diakumulasi sampai derajat tertentu, sehingga dapat menyebabkan: sedasi berlebih, berkurangnya gairah seks dan berkurangnya tingkat energi secara umum. Gejala-gejala tersebut dapat dianggap bukan sebagai gejala akibat penggunaan benzodiazepin tetapi merupakan proses normal pada usia lanjut.
Efek samping lain yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan benzodiazepin pada depresi ataü demensia ringan/subklinis, karena diperkirakan dapat memperberat keadaan dan sering menimbulkan florid delirium.
Efek samping sebenamya dapat dikurangi dengan mengatur dosis dan frekuensi pemberian sesuai dengan waktu paruh obat. Derivat benzodiazepin yang mempunyai waktu paruh panjang, seperti: flurazepam, diazepam, klordiazepoksid, klorazepat, prazepam dan halozepam dianjurkan diberikan dalam dosis kecil dengan interval pemberian yang panjang. Derivat dengan waktu paruh pendek, seperti: oxazepam, lorazeparu dan aiprazolam juga memerlukan pengurangan dosis walaupun tidak banyak berpengaruh pada usia lanjut. Sedativa­hipnotika sering pula digunakan oleh usia lanjut dengan indikasi gangguan pola tidur. Biasanya terapi diberikan bila gangguan tidur cukup serius, dalam hal ini perlu dilakukan evaluasi selama pengobatan.

BAB III
KESIMPILAN
Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. Yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.






















DAFTAR PUSTAKA